Blogroll

Shalat Tarawih

SHALAT TARAWIH Rasulullah SAW menganjurkan kepada kita untuk menghidupkan malam Ramadhan dengan memperbanyak shalat. Abu Hurairah R.A, menceritakan bahwa Nabi SAW sangat menganjurkan qiyam Ramadhan dengan tidak mewajibkannya. Kemudian Nabi SAW bersabda, “Siapa yang mendirikan shalat di malam Ramadhan dengan penuh keimanan dan harapan, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lampau.” (Muttafaq alaih). Shalat malam di bulan Ramadhan (Tarawih) yang dicontohkan Rasulullah SAW menurut Aisyah Radhiyallahu 'anha, dia berkata: "Pada suatu malam, Rasulullah SAW pernah keluar di tengah malam dan mengerjakan shalat di masjid maka ada beberapa orang yang shalat bersama beliau mengikuti shalat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu pada pagi harinya, orang-orang membicarakannya, sehingga berkumpullah orang-orang yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah mereka dan mengerjakan shalat bersama beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu pada pagi harinya orang-orang bangun dan membicarakan hal tersebut, sehingga jamaah masjid pun semakin banyak pada malam ketiga. Lalu Rasulullah keluar dan mereka pun mengikuti shalat beliau. Maka Rasulullah SAW keluar dan mengerjakan shalat, dan orang-orang pun shalat mengikuti shalat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan pada malam keempat, masjid sudah tidak lagi mampu menampung jamaahnya. Hingga akhirnya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar untuk mengerjakan shalat Shubuh. Setelah selesai mengerjakan shalat Shubuh, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menghadap kepada orang-orang, lalu bertasyahhud dan kemudian berkata, "Amma ba'du. Sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan kedudukan kalian, tetapi aku khawatir shalat ini akan diwajibkan kepada kalian sehingga kalian tidak mampu mengerjakannya." (Sahih al-Bukhari (III/40) dan Sahih Muslim (II/177). Cara pelaksanaannya sebagaimana disebutkan Aisyah Radhiallahu ‘anha menerangkan tentang shalatnya Rasul di bulan Ramadhan, “Rasul tidak pernah shalat malam lebih dari 11 rakaat, baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan, yaitu beliau shalat 4 rakaat, maka jangan engkau tanya tentang bagus dan lama shalatnya, kemudian beliau shalat 4 rakaat lagi, maka jangan engkau tanya tentang bagus dan lama shalatnya, kemudian beliau shalat witir 3 rakaat.” (HR.Bukhari 2/47 dan Muslim 2/166). Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata, “Shalat Nabi SAW di malam hari adalah 13 rakaat.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764). Shalat malam yang dilakukan Nabi SAW adalah 11 rakaat. Adapun dua rakaat lainnya adalah dua rakaat ringan yang dikerjakan oleh Nabi SAW sebagai pembuka pelaksanaan shalat malam, kata Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (4/123, Asy Syamilah). Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW: Dari Abu Dzar radhiallahu anhu berkata: kami puasa bersama Rasulullah SAW sedang beliau tidak shalat bersama kami sampai malam ke dua puluh tiga dari bulan Ramadhan, beliau shalat bersama kami ketika telah lewat sepertiga malam, kemudian beliau tidak keluar shalat pada malam kedua puluh empat, lalu beliau shalat bersama kami pada malam kedua puluh lima ketika telah berlalu setengah malam, lalu kami berkata kepada beliau: yaa Rasulullah seandainya anda shalat lagi bersama kami sampai akhir malam ini? maka beliaupun bersabda: “barangsiapa shalat bersama imam sampai imam selesai maka ditulis untuknya pahala shalat sepanjang malam”. HR Imam Ahmad (5/159), Abu Dawud (1375), Nasa’ie (1/ 238), Ibnu Majah (1327), dan Turmudzi (1/ 154). Shalat Tarawih di masa Rasulullah SAW sangat lama berdirinya. As Saa-ib mengatakan, “Imam membaca ratusan ayat, sampai-sampai kami bersandar pada tongkat karena saking lamanya. Kami selesai hampir shubuh.” (HR. Malik dalam Al Muqatho’, 1/137, no. 248. Lihat Shahih Fiqih Sunnah 1/418). Tarawih, berarti waktu sesaat untuk istirahat—tidak terburu-buru pelaksanaannya—Pada bulan Ramadhan dinamakan demikian karena para jamaah beristirahat setelah melaksanakan shalat tiap-tiap 4 rakaat. (lihat Lisanul Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294). Pada awalnya Tarawih yang dilaksanakan Nabi SAW hanya sebagian sahabat ikut berjamaah di Masjid Nabawi. Setelah berjalan tiga malam, Nabi membiarkan para sahabat melakukan tarawih secara sendiri-sendiri. Hingga kemudian hari, ketika menjadi Khalifah Umar bin Khattab menyaksikan para jamaah shalat tarawih terpencar-pencar di dalam Masjid Nabawi, kemudian beliau mengumpulkannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tatkala Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 rakaat kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga rakaat. Namun ketika itu bacaan setiap rakaat lebih ringan, karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu rakaat dengan bacaan yang begitu panjang.”(Majmu’ Al Fatawa, 22/272). Shalat tarawih masa khalifah Umar, tiap 2 rakaat istirahat (20 rakaat dan witir 3 rakaat). Perkembangan berikutnya, pelaksanaan shalat tarawih dilakukan lebih banyak jumlah rakaat. Sehingga, dalam shalat tarawih, ada berbagai jumlah rakaat, yaitu 36, 39 hingga 40 rakaat ditambah 7 witir (Lihat Kasyaful Qona‘an Matnil Iqna’, 3/267). Dari keterangan di atas, jelas akar persoalan shalat tarawih bukan pada jumlah rakaat. Tapi, tingkat khusyuk dan thumma-ninah dalam mengerjakan tarawih harus menjadi prioritas bagi Imam sehingga makmum bisa mengikutinya. Ibnu Hajar berkata, “Perbedaan yang terjadi dalam jumlah rakaat tarawih muncul dikarenakan panjang dan pendeknya rakaat yang didirikan. Jika dalam mendirikannya dengan rakaat-rakaat yang panjang, maka berakibat pada sedikitnya jumlah rakaat, dan demikian sebaliknya.” Shalat tarawih dapat dilakukan dengan berbagai jumlah rakaat sesuai dengan kemampuan para jamaah. Kalau jamaah senang dengan rakaat-rakaat yang panjang, maka lebih bagus dilaksanakan 8 rakaat ditambah dengan witir 3 rakaat, sebagaimana dipraktekkan oleh Nabi SAW sendiri di bulan Ramadhan dan bulan lainnya. Imam Syafi’i berkata, “Jika shalatnya panjang dan jumlah rakaatnya sedikit itu baik menurutku. Dan jika shalatnya pendek, jumlah rakaatnya banyak itu juga baik menurutku, sekalipun aku lebih senang pada yang pertama.” Selanjutnya beliau mengatakan bahwa orang yang menjalankan tarawih 8 rakaat dengan 3 witir dia telah mencontoh Rasulullah, sedangkan yang menjalankan tarawih 23 rakaat mereka telah mencontoh Umar, generasi sahabat dan tabiin. Bahkan, menurut Imam Malik, hal itu telah berjalan lebih dari ratusan tahun. Para jamaah harus cerdas menyikapi fenomena jumlah rakaat shalat tarawih—di sebagian mesjid—sungguh tidak tepat bahwa ada sebagian jamaah berpisah dengan jamaah lain setelah melaksanakan shalat 8 rakaat, dia tidak mau mengikuti imam menutup dengan witir, apalagi mengganti imam lain melanjutkan hingga 23 rakaat, atau sebaliknya. Makmum yang keluar dari jamaah sebelum imam menutup shalatnya dengan witir, ia telah meninggalkan pahala yang sangat besar. Seharusnya makmum mengerjakan shalat bersama imam hingga imam selesai, baik imam yang melaksanakan 11 atau 23 rakaat, dia akan memperoleh pahala shalat seperti shalat semalam penuh. Wallahu a’lam bissawab. __________

0 Response to "Shalat Tarawih"