Blogroll

Negeri Awe Geutah

Sejarah Teungku Chik Awe Geutah Di Desa Awe Geutah, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen, ada rumah adat asli Aceh yang masih berdiri kokoh walau usianya sudah ratusan tahun lamanya. Namun, dibalik itu banyak yang tidak mengetahui riwayat tentang pendirinya,Teungku Chik Awe Geutah, seorang ulama yang sangat berperan dalam mengembangkan agama Islam di Aceh. Sayangnya jasa-jasa Teungku Awe Geutah seperti terlupakan. Belum ada sejarawan yang menulis riwayat tentang ulama Sufi itu. Kebanyakan mereka hanya datang untuk melihat pesona Rumoh Aceh yang masih terpelihara keasliannya sampai kini. Tanpa ada yang mau peduli untuk mengabadikannya untuk kita kenang sepanjang masa. Sehingga dikhawatirkan sejarah tentang tokoh ulama besar Aceh tersebut akan punah ditelan masa. Pihak keluarga Teungku Chik Awe Geutah sendiri sudah banyak yang tidak mengetahui lagi secara mendetail tentang riwayat ulama yang dikenal keramat itu. Makanya untuk menulis kisah tentang Teungku Chik Awe Geutah sangat sulit. Sebab, tidak ada literatur atau referensi sebagai pedoman untuk menguatkan kebenaran penulisan sejarahnya itu. Sejarah Teungku Chik Awe Geutah (bag 2) Antara Orang Tua dan Istri Teungku Chik Awe Geutah bermukim di daerah yang aman dan damai, serta tanah yang cukup subur. Penduduk dari daerah lain pun makin banyak berdatangan dan menetap di sana. Lambatlaun Negeri Awe Geutah berkembang menjadi pusat perdagangan yang aju di kawasan itu. Abdul Rahim sendiri bersama pengikut-pengikutnya, setelah mendirikan tempat tinggal, juga membangun balai pengajian, sebagai tempat dia mengajarkan ilmu agama Islam kepada penduduk setempat. Lama-kelamaan balai pengajiannya bertambah maju. Para santri yang belajar di sana bukan hanya penduduk setempat, melainkan mereka datang daridaerah-daerahlain. Nama Abdul Rahim semakin dikenal di seluruh Aceh sebagai seorang tokoh ulama Sufi. Bahkan sejumlah kerajaan Islam yang ada di Aceh waktu itu menjalin kerja sama dengan Negeri Awe Geutah. Mereka mengirimkan utusan khusus ke sana untuk berguru pada Abdul Rahim. Sejak saat itulah murid-muridnya dari luar Awe Geutah menabalkan namanya dengan sebutan Teungku Chik Awe Geutah. Adanya jalinan kerjasama dengan sejumlah kerajaan Islam di Aceh waktu itu dengan Negeri Awe Geutah masih ada buktinya sampai sekarang. Ini dapat dilihat pada sebidang beton berbentuk empat persegi panjang, yang mirip prasasti di bawah bagian depan rumah Teungku Chik Awe Geutah. Sumber: Modus Aceh Edisi 34 Tahun V | Kamis, 20 Desember 2007 dan edisi 35 tahun V, 2 januari 2008 oleh; Suryadi Habib Bugak Asyi (Aceh) (Pewakaf Baitul Asyi – Wakaf Habib Bugak) Jama’ah haji Aceh tahun 2007/2008 ini telah mendapat penggantian biaya pemondokan haji selama di Mekkah, yang totalnya menurut Pemda NAD sebesar Rp. 25 Milyar. Dana ini berasal dari Waqaf Baitul Asyi atau Wakaf Habib Bugak, yaitu waqaf yang telah diberikan oleh Habib Bugak Mekkah pada tahun 1224 H atau sekitar tahun 1800 M dan dikembangkan Nadzir (Pengelola waqaf) dengan profesional. Dari sebidang tanah telah menjadi berbagai asset, diantaranya adalah Hotel Jiad dan Menara Jiad setinggi 28 tingkat yang mampu menampung 7000 orang. Diperkirakan nilai wakaf Habib Bugak di Mekkah saat ini telah mencapai sekitar 200 juta Riyal atau sekitar 5,5 Trilyun Rupiah. Menurut ikrar waqaf Habib Bugak, beliau telah mewariskan hartanya untuk kepentingan masyarakat Aceh, terutama jama’ah haji dan yang bermukim di Mekkah. Adapun bunyi ikrar wakaf tersebut yang diringkas dan diterjemahkan dari Sertifikat Wakaf Haji Habib Bugak, yang dikeluarkan oleh Maulana Hakim Makkah Almukarramah adalah sebagai berikut “Yang kita muliakan Haji Habib Bugak Aceh, dengan leluasa dan ikhlas telah mempersembahkan untuk dirinya akan bermanfaat bagi hartanya, dan semata-mata mengharap keridhaan Allah, serta menantikan fahala yang besar dari hari pembalasan Allah bagi orang-orang yang berbuat kebaikan, kita bersandar pada pengamalan sabda dari Rasulullah SAW (Apabila anak cucu Adam meninggal dunia, putuslah segala amal kebaikannya kecuali tiga perkara, sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh)”. Telah datang menghadap yang kita muliakan Haji Habib Bugak Aceh ke hadapan Maulana Hakim Syara’ di majlis beliau dan dia telah mewakafkan dan menahan hartanya menjadi sedekah jariah, serta membelanjakan hartanya di jalan Allah, dan itu adalah sebentang tanah dan padanya terdapat rumah di kawasan Qasyasyiah di Makkah Almukarramah”. Demikianlah bunyi ikrar wakaf Habib Bugak yang diikrarkan pada tahun 1224 Hijriah. Namun menurut Dr. Hilmi Bakar dari Crescent Consulting, yang dibenarkan oleh Sayed Maimun Bin Said Abdurrahman Al Habsyi yang merupakan keturunan ke tujuh dari Habib Bugak kepada saya Senin, 14 Januari 2008 di Bugak, menurutnya masih banyak di kalangan masyarakat Aceh yang belum mengenal siapa Habib Bugak Aceh itu. Sumber: Hamdani, Modus Aceh, Edisi 40 Tahun V | Selasa, 22 Januari 2008

0 Response to "Negeri Awe Geutah"