Jakarta (ANTARA News) - Untuk kali kedua, jumlah pengeluaran belanja negara yang tercantum di APBN sejak 64 tahun silam, atau sejak tahun 1945, tembus di atas angka Rp1.000 triliun. Pada RAPBN Tahun Anggaran 2009, pengeluaran belanja negara dianggarkan Rp1.005,7 triliun, dan tahun mendatang (2010) naik menjadi Rp1.009,5 triliun yang berarti hanya naik Rp3,8 triliun atau naik sekitar 0,3 persen. Kenaikan yang kurang dari 0,5 persen tersebut, ternyata dapat mendongkrak gaji pegawai negeri, TNI/Polri dan para pensiunan sampai lima persen termasuk di dalamnya memberikan gaji ke 13 yang biasanya disalurkan menjelang hari raya Idul Fitri. Dengan demikian, kinerja birokrasi dan peningkatan kualitas layanan publik diharapkan lebih baik, kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Pidato Penyampaian Pengantar/Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 Beserta Nota Keuangan di depan Rapat Paripurna Luar Biasa DPR di Jakarta, Senin. Selain dapat meningkatkan pendapatan PNS dan TNI/Polri, dalam RAPBN itu juga disajikan berbagai langkah yang akan dilaksanakan guna mengatasi berbagai masalah sosial dan ekonomi pada masa depan. Sedikitnya ada tujuh kebijakan yang akan ditempuh pemerintahan SBY dalam kabinet mendatang. Pertama, menjaga agar sektor riil terus bergerak. Kedua, mencegah terjadinya gelombang PHK, ketiga, tetap menjaga stabilitas harga utamanya pada bahan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat, keempat, meningkatkan daya beli masyarakat. Kelima, memberikan perlindungan pada masyarakat miskin atau hampir miskin (near poor), keenam, menjaga ketahanan pangan dan energi dan terakhir tetap menjaga pertumbuhan ekonomi hingga lima persen. Pada kesempatan itu, SBY lebih merinci terhadap masalah yang cukup krusial terkait dengan usaha pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja/PHK. Ketika krisis ekonomi global menerpa Indonesia, banyak pengamat memperkirakan jumlah pengangguran akan sampai di atas 1,5 juta orang. Namun ternyata, hanya sebesar 60 ribu. Hal itu sebuah prestasi tersendiri karena perusahaan yang berorientasi pada ekspor dan usaha kecil menengah masih terus berjalan. Menyangkut bidang perlindungan masyarakat miskin pemerintah akan memberikan perlindungan jaring pengaman sosial (social safety net) kepada masyarakat bawah. Untuk itu, pemerintah akan terus menjalankan program BOS, Jamkesmas, PKH, beras bersubsidi, BLT bersyarat, dan program prorakyat lainnya akan dilaksanakan. Pendek kata, pemerintah kedepan, sangat memperhatikan kesulitan yang dialami rakyat miskin. Sedang menyangkut usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah akan berusaha meningkatkan investasi, ekspor, ketersediaan infrastruktur dan menjaga stabilitas makro ekonomi. Dengan demikian, jika tujuh prioritas kebijakan dapat dilaksanakan secara baik, maka pemerintah SBY dapat membuktikan, bahwa dia bukan seorang yang berpandangan neoliberalisme, tetapi sebagai Presiden yang mampu mengadopsi keinginan rakyat dalam membangun ekonominya untuk lebih mandiri, lebih dekat dengan keinginan masyarakat (prorakyat). Jalan tengah RAPBN itu juga dapat disebut sebagai politik jalan tengah, sebagai jawaban atas kritik kepadanya tatkala mencalonkan Presiden 2009-2014 yang menggandeng Boediono, hingga dicap sebagai "kepanjangan tangan " Amerika alias sebagai seorang neolib. Kritik itu kini telah dijawab lewat penyampaian RAPBN, yang mengindikasikan, dia bukan seorang penganut neoliberalisme atau sebaliknya bukan seorang sosialisme tulen. Salah satu ciri neoliberalisme, pemerintah membiarkan pasar bergerak bebas, sementara pemerintah tidak mau melakukan intervensi sehingga pasar dikendalikan para penguasa dan pemilik modal besar. Sedang sosialisme tulen, sering digambarkan, semua aset dan produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Dalam RAPBN itu juga dijelaskan, investor dapat melakukan investasi, pinjaman luar negeri akan tetap ditempuh guna menekan defisit anggaran, meskipun defisit itu terkecil selama pasca orde reformasi. Stabilitas ekonomi makro juga tetap akan dijaga. Namun di balik itu, lebih dari Rp144,4 triliun atau 14,3 persen pengeluaran APBN dipergunakan untuk subsidi kepada sebagian rakyat miskin. Ini artinya, pemerintah tidak membiarkan mekanisme pasar berjalan tanpa aturan. Sumber pendapatan Penyusunan RAPBN 2010 itu meskipun tidak ekspansif, tetapi jelas tergambar adanya kemandirian untuk tidak memperbesar jumlah utang. Pemerintah akan membatasi jumlah pinjaman luar negeri sebagai usaha menciptakan perekonomian secara mandiri. Oleh karena itu, kata SBY, langkah optimalisasi penerimaan baik penerimaan dari pajak maupun penerimaan bukan pajak (PNBP) akan terus ditempuh . Dari rencana pendapatan negara dan hibah ditargetkan mencapai sebesar Rp911,5 triliun, penerimaan pajak direncanakan Rp729,2 triliun sedang PNBP diharapkan mencapai Rp180,9 triliun. Pengamat ekonomi pasar modal dari Makita Sekuritas, Hary Kurniawan mengatakan, penyusunan APBN 2010 itu tampaknya dibuat penyusun yang masih diliputi dengan ketakutan krisis. Itu terbukti, asumsi-asumsi ekonomi makro seperti target nilai tukar, pertumbuhan ekonomi dan inflasi tampak kontraksi. Biasanya kalau pemerintah menargetkan nilai tukar Rp10 ribu per dolar itu nantinya bisa mencapai Rp12 ribu. Dan sebaliknya, kalau pertumbuhan ditargetkan lima persen, malah hanya dicapai di bawah itu. APBN yang bersifat kontraksi itulah, kata Harry, justru akan dapat mempengaruhi pesimisme pelaku pasar. "Kalau kontraksinya terlalu besar, justru akan menjadikan pelaku pasar bingung, karena tidak realistis dikaitkan kondisi global yang kini justru ekspansif," katanya. Kritik yang sama masalah penyusunan APBN ini juga pernah disampaikan dosen FE UGM Yogyakarta, Dr. Mulyadi. Menurut Mulyadi, kinerja perekonomian yang dibacakan Presiden SBY dihadapan sidang anggota Dewan itu, tidak linier dengan fakta yang terjadi di lapangan. "Jika asumsi RAPBN hanya dilihat tiap tahun, maka akan menjadikan rabun jauh kepada bangsanya," katanya, seraya menjelaskan, rabun jauh bangsa itu terjadi karena RAPBN hanya disusun jangka pendek tahun per tahun. Akibatnya, Indonesia berjalan ditempat. Lihatlah kemajuan ekonomi yang dicapai Singapura dan Korea Selatan. Apa yang dikatakan Mulyadi, tampaknya tidak semua salah, karena jika RAPBN itu dicermati secara baik, maka banyak yang seolah-olah pemerintah hanya melakukan copy paste atau menjiplak kata dan angka tahun sebelumnya dengan sedikit menambah dan mengurangi sesuai dengan keinginannya. Sebut saja, penerimaan APBN tahun 2010 ditargetkan Rp1.009,5 triliun atau dinaikkan Rp3,8 triliun dari APBN tahun sebelumnya. Demikian juga asumsi pertumbuhan dari 4,5 persen dinaikkan menjadi lima persen dan nilai tukar dari Rp11 ribu per dolar diturunkan menjadi Rp10 ribu per dolar AS. Pola penyusunan anggaran itu, kata Mulyadi, harus bersifat creating history yang dapat mengantisipasi lima hingga 10 tahun ke depan. Lihat saja perkembangan pembangunan di negara-negara maju, seperti Jepang dan Korea Selatan, 10 tahun silam, negara itu wajahnya sudah jauh berbeda karena ada tim kreatif dalam penyusunan APBN-nya. Berubahnya wajah pembangunan dan kemajuan teknologi yang tinggi diberbagai negara itu, kata Mulyadi, merupakan contoh nyata bahwa rencana pembangunan ekonominya dirancang tidak hanya berasumsi pada APBN-nya bersifat jangka pendek, tetapi disajikan jangka panjang, sehingga hasilnya dapat dilihat pada saat ini. "Korsel dan Indonesia, merdekanya hampir sama 64 tahun silam, tetapi tingkat kemajuan ekonomi dan pendapatan rakyatnya lipat tiga dari Indonesia," katanya, seraya menunjuk negara tetangga kita, Singapura dan Malaysia yang perekonomiannya jauh lebih maju dibanding Indonesia. (*)