Blogroll

UN Bukan Ditakuti

UN Bukan Ditakuti (dimuat di harian Serambi Indonesia,29/4/2009) OLEH: ARMANAWI UN (ujian nasional) siapa takut tulis Drs Anas M.Adam. M.Pd (serambi,16/4) menurutnya pelaksanaan ujian nasional (UN) ditakuti oleh kepala dinas, kepala sekolah, orangtua dan siswa, dan yang paling ditakuti adalah apabila dicopot jabatan karena tidak mencapai persentase lulusan. Ketakutan tersebut juga dikhawatirkan oleh majelis pendidikan daerah (MPD) Aceh utara, Tujiman A.Musa kepada media, pekan lalu mengatakan, "kalau para siswa tidak mencapai lulus sekitar 85 persen para kepala sekolah akan dikaji ulang kemampuan manajemen kepala sekolah—Apakah itu ultimatum? Sehingga, mengantisipasi hal tersebut tidak terjadi dengan harapan UN bukan hal yang ditakuti, berbagai pertemuan digelar memberi motivasi secara vertikal dari kepala dinas sampai kepala sekolah, selanjutnya kepada guru dan pengawas, bahkan di antara mereka ada yang mengatakan di sini (UN) tidak diperlukan idealis—jadi yang penting apa ya—Sehingga, pelaksanaan UN dapat berlangsung aman dan tertib. UN 2009 untuk SMA/MA sudah dilaksanakan (21-25 April), dan untuk SMP/MTs sedang berlangsung (27-29) April. Realita di lapangan bahwa bagi SMK soal ujian sudah didistribusikan sejak (jum'at, 18/4) agar tidak ada kendala saat pelaksanaan ujian, namun bagi SMA/MA dibawa pada hari "H" sesuai jadwal mata pelajaran ujian oleh tim independen yang telah ditetapkan. Di samping itu, pada lokasi ujian setiap lokal diawasi oleh dua orang pengawas, sedangkan bagian luar juga dipantau oleh tim independen dan petugas kepolisian. Memperhatikan pelaksanaan UN dan para petugas yang begitu lengkap tentu banyak pemantau/pengamat pendidikan sependapat berlangsung aman dan hampir tidak ada daerah punya keluhan. Tujuan utama pelaksanaan UN pada dasarnya adalah untuk mengevaluasi, mengukur tingkat kemampuan para siswa penyerapan mata pelajaran tertentu selama 3 (tiga) tahun proses belajar mengajar (PBM). Pada tahap lanjutan ditetapkan skors evaluasi menjadi standar kelulusan yang pada tahun ini adalah 5.50, sedangkan pada tahun berikutnya akan ditingkatkan 0,25 setiap tahunnya. . Pelaksanaan UN tahun ini berlangsung unik karena ada yang merasa ketakutan, namun di sisi lain ada yang disinyalir mendatangkan enjoy bagi sebagian jokker alias tim sukses di sebagian tempatan, sehinga tulisan ini menjadi catatan para pihak mengkaji ulang sistem pelaksanaannya. Terlepas pro dan kontra sirkulasi soal lebih cepat, sesuai prosedur adalah menyangkut teknis, yang disanyangkan adalah operandi lalu lintas jawaban via udara alias SMS. Di sinilah para jokker berwara-wiri,"Tinggal minta berapa skors kelulusan ditanggung, beres". kata jokker. Upaya membantu para siswa mencapai standar kelulusan yang dilakukan secara mendidik merupakan tindakan terpuji. Namun, bila pelaksanaan ujian hanya dilakukan sebagai simbolis, beredarnya jawaban berbagai operandi, seperti melalui SMS lebih cepat sebelum ujian adalah sikap tidak mendidik, siapa pembocornya, dan bagaimana kontrolnya. Beredar jawaban UN seperti ini sudah menjadi budaya terpimpin di tubuh dunia pendidikan kita sekarang setiap tahunnya. Imbas dari operandi seperti ini akan memberi pengaruh kepada pelaksanaan PBM pada siswa kelas 1 dan 2 menimbulkan budaya malas belajar dan pembodohan generasi. Guru tidak perlu ego menyampaikan berbagai strategi PBM agar mereka termotivasi dan kreatif dalam belajar. Sebab, mereka sudah mengetahui bahwa pada akhirnya juga akan dibantu jawabannya. Kembali ke asal mula Tampaknya terlalu lama kita selalu berkoar soal UN, karenanya untuk menghindari ketakutan para pihak menyangkut standar kelulusan di setiap jenjang satuan pendidikan, maka pelaksanaan UN perlu dikembalikan kepada marwah sistem evaluasi yaitu melaksanakan UN dengan hati nurani mencapai kecerdasan fair. Menerima hasil skors UN murni, namun tidak dijadikan standar kelulusan. Menentukan kelulusan diberi hak penuh kepada sekolah yang bersangkutan, kepada siswa yang dinyatakan tidak lulus tidak diberikan/diumumkan skors UN. Tinjauan lain yang perlu dicermati dari sistem pelaksanaan UN saat ini adalah gejala yang ditimbulkan akibat ketidaksiapan para panitia melaksanakan aturan standar operasional pelaksanaan ujian nasional (SOP-UN). Pengkajian ulang di antaranya (1) strategi pelaksanaan UN, (2) kesiapan dinas, kepala sekolah, dan guru, (3) peran organisasi profesi kependidikan (PGRI, Kobar-GB, dan lain-lain), (4) subjek didik, dan orangtua siswa. Di samping itu memperhatikan kesamaan standar SOP-UN pada sekolah yang dilaksanakan UN dengan mempertimbangkan hal berikut: (a) kualitas kontesktual silabus, (b) SDM guru, (c) sarana dan prasarana, (d) geografis sekolah (e) kualitas subjek didik, (f) pengelolaan satuan pendidikan. Bila semua standar telah memiliki kualitas sama UN dilayak dilaskanakan, sebaliknya bila semua standar yang tidak seimbang, maka perlu ada solusi—sekolah yang kualitas rendah disesuaikan, begitu juga apabila ada sekolah berstandar internasional maka layaknya yang memiliki standar sama dan seterusnya. Setelah sistem evaluasi dikaji ulang, pertimbangan selanjutnya adalah sudah standarkah SOP UN dilaksanakan di seluruh nusantara ini. Sehingga, kita perlu bertanya, UN siapa takut, dan Jawabannya, UN tidak ada yang takut, karena standar SOP-UN secara nasional sudah sama maka layak dan harus dilaksanakan ujian nasional. _________________ Armanawi adalah Guru MAN Lhokseumawe dan Sekum Koalisi Barisan Guru Bersatu (KOBAR-GB) Lhokseumawe.

1 Response to "UN Bukan Ditakuti"

HAMDANI MULYA said...

tulisan bapak bagus saya tertarik terhadap pemikiran tentang penndidikan, terimakasih. dr Hamdani Mulya di Lhokseumawe