Blogroll

Proses Bimbingan Karya Ilmiah Mahasiswa

Proses Bimbingan Karya Ilmiah Mahasiswa (Media Aspirasi Rakyat,edisi tujuh maret 2009) Oleh Armanawi Setiap mahasiswa yang akan menyelesaikan kuliah di SekolahTinggi (ST) atau Perguruan Tinggi (PT) akan memperoleh gelar sarjana sesuai tingkatanya dengan syarat menulis skripsi, tesis atau disertasi (karya ilmiah). Pihak PT atau ST biasanya menunjuk dosen pembimbing untuk membantu mengarahkan mahasiswanya bagaimana merumuskan masalah, fokus kajian, metodologi dan teknis penulisan. Sehingga mendapat penjelasan yang seharusnya ditulis dalam menyusun laporan penelitian. Berbagai jenis karya ilmiah dibimbing oleh mereka yang sudah memilki kridibelitas pengetahuan cukup mengerti metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Proses pembimbingan merupakan saat yang menentukan dan melelahkan dalam rangka menyelaraskan ide antara penulis dengan pembimbing, hampir tak dapat dielakkan terjadi tarik menarik mempertahankan konsep yang seharusnya ditulis. Pihak mahasiswa, meskipun sudah belajar tentang metodologi penelitian di bangku kuliah--dalam prakteknya--masih banyak yang belum mampu menulis memenuhi kualitas ilmiah. Sehingga, ST/PT perlu menunjuk dosen pembimbing yang mampu membimbing mahasiswanya. Sebaliknya, ada juga dosen pembimbing kurang menjaga kualitas bimbingannya asal siap. Namun, ada juga yang terlalu idealis baik mahasiswa atau dosen pembimbing mempertahankan bahwa idenyalah yang paling benar. Realita yang ada meskipun PT/ST telah menunjuk dosen pembimbing tidak jarang antara mahasiswa dan dosen masih ada perbedaan persepsi tentang metodologi yang seharusnya digunakan..Di sinilah bila penulis tidak selektif memilih pembimbing yang seirama menjadi lamban dalam menyelesaikan karya ilmiah, bahkan ada yang bubar di tengah jalan karena metodologi dan materi yang seharusnya ditulis selalu selisih pendapat. Mulyana (2002::xi-xiv) mengatakan kalangan universitas dalam menunjuk pembimbing dan penguji suatu karya ilmiah terlalu kaku, sikap penguji selalu benar (trainer-centre), kalau pembimbing menganut (menguasai) hanya satu metode saja, maka dalam proses bimbingan, seminar proposal penelitian atau ujian karya ilmiah akan menggunakan pertanyaan-pertanyaan berlandaskan paradigma tersebut. Berorientasi kepada pertanyaan berkisar mana hipotesisnya? Bagaimana menguji hipotesis? Mana variabel bebas dan mana variabel terikatnya? Mana indikatornya? Bagaimana validitas dan reliabilitas pengukuran data? Suatu ironi bila banyak ilmuan indonesia bersikeras menganggap perspektif positivistik mereka sebagai satu-satunya cara yang benar untuk melihat realitas sosial, adakalanya mahasiswa bermaksud menggunakan pendekatan interpretatif dalam penelitian mereka, diciutkan hatinya oleh dosen pembimbing karena pendekatannya tidak sesuai dengan pendapatnya. Sekarang masih ada kelompok ilmuan, fakultas, atau jurusan di indonesia yang menganut paradigma positivisme secara membabi buta. Mereka menganggap penelitian merekalah yang terbaik, benar, sah ilmiah, metode kualitatif itu tidak ilmiah, metode kuantitatif kering (membosankan). Kini, sudah saatnya lembaga pendidikan untuk melakukan spesialisasi pembimbingan karya ilmiah mahasiswanya. Mahasiswa yang menggunakan pendekatan subjektif (metode kualitatif) seyogyanya dibimbing oleh tim dosen yang sama paham, proporsional. Sebaliknya, bagi mereka yang menganut paham kuantitaif dibimbing oleh dosen tim mereka yang sepaham juga. Penetuan dosen pembimbing diusahakan sepaham dengan mahasiswa tentang metodologi penelitian yang seharusnya dipakai dalam penelitian untuk menghasilkan karya ilmiah secara proporsional. Karena, kemerosotan kualitas karya ilmiah (the declining thesis’ quality) disebabkan oleh tiga kriteria; (1) penulis atau dosen pembimbing hanya menguasai jenis metodologi penelitian tertentu saja (knowing only a certain methodology). (2) pengetahuan kurang tentang materi/masalah yang sedang dibahas (can not solve the phenomena). (3) dosen pembimbing kurang serius membimbing mahasiswanya karena waktu membimbing sangat terbatas—sibuk (a busy man). Kalau terikat dengan ketiga kriteria di atas layaknya penunjukan jabatan pembimbing tidak diberikan kepada mereka. Sebaliknya, pembimbingpun tidak menerima jabatan tersebut, karena kemungkinan tanggung jawab menciptakan kualitas ilmiah—dosen pembimbing dan mahasiswa—terabaikan (ignore of quality). Kekeliruan seperti ini dapat terjadi bila sumber daya manusia terbatas, ketua jurusan ketika menunjuk dosen pembimbing kepada mahasiswa tidak ada konsultasi dahulu, akibatnya dalam membimbing mahasiswanya terjadi tarik menarik antara mahasiswa—dosen tentang metode dan isi yang seharusnya ditulis. Dosen pembimbing menginginkan metode penelitian kuantitatif yang memakai paradigma kriteria kesalihan eksternal dan internal, ke-andalan dan objektivitas, bergaya intervensi. Sementara mahasiswa menggunakan metode kualitatif memakai paradigma alamiah menggunakan relevansi—signifikansi—antara pribadi dengan lingkungan nyata, bergaya selektif. Menurut suriasumantri, (1982:4) dalam rangka mencari ilmu juga digunakan pendekatan filosofis (philosophycal approach) karena cara kerjanya bersifat sistematis, universal (menyeluruh) dan radikal, yang mengupas, menganalisis sesuatu secara mendalam ternyata relevan dengan problematika pendidikan. Sedangkan zuhairi (1995: 11) selain dari itu pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin dijawab menggunakan analisa ilmiah belaka, tetapi memerlukan juga analisa pemikiran yang lebih mendalam. Apabila suatu akademik—intitusi—ingin meningkatkan kualitas karya ilmiah yang dihasilkan setiap tahunnya, perlu selektif terhadap dosen pembimbing yang mempu menguasai berbagai metodologi penelitian, mengarahkan mahasiswanya bidang yang diminati, dan tidak terikat pada metodologi tertentu—yang itu-itu—saja. Dengan harapan tidak terjadi mis-komunikasi atau gab information antara mahasiswa-dosen. Inilah yang terasa di lingkungan perguruan tinggi saat ini ada sarjana instand atau bahkan ada mahasiswa abadi—tidak siap-siap karena terkendala mispersepsi antara mahasiswa dengan dosen pembimbing—sehingga munculnya mismatch syndrom alias sarjana tidak siap pakai. kridibel pembimbing dan kontrol rektor perlu dikaji ulang agar lulusanya memiliki daya saing di tingkat global. Penulis sempat menemukan skripsi dari sebuah universitas swasta di ujung sumatera ini dari 1999-2004, judul dan isi sama dengan tahun pembuat pertama, secara kebetulan menemukan empat judul sama, isi, teori, dari jurusan yang sama, bidang eksakta, yang beda hanya lokasi dan hasil penelitian. Dan yang lucunya pembimbing juga sama, mengenai judul skripsi dan pembibing tidak disebutkan di sini, karena menyangkut kredibelitas pembimbing dan universitas swasta tersebut, lagi pula saya bukan khusus menyelidiki tentang itu, hanya secara kebutulan. Menanggapi persoalan di atas bila ingin mengukur kualitas karya-ilmiah yang dihasilkan oleh suatu akademik perlu dipertanyakan, mengapa bisa terjadi demikin? Jawabnya tergantung standar yang digunakan oleh dosen pembimbing dan universitas. ______________________ • Penulis adalah wartawan dan pengurus Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI) Aceh utara- Lhokseumawe dan Dewan Redaksi Media Aspirasi Rakyat

0 Response to "Proses Bimbingan Karya Ilmiah Mahasiswa"