Blogroll

KURIKULUM PENDIDIKAN PESANTREN

KURIKULUM PENDIDIKAN PESANTREN (dimuat di harian aceh, 10 sept 2009) OLEH: ARMANAWI (* Perkembangan pendidikan Islam awalnya dirintis melalui pendidikan pesantren salafiah yang mengajarkan khusus orientasinya tentang pendidikan Islam. Namun, perkembangan terakhir pendidikan pesantren dituntut agar dapat menguasai ilmu-ilmu umum, sehingga para lulusannya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi dan mampu berkompetensi di pemerintahan. Penerapan kurikulum pesantren dan madrasah dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu pesantren Salafiyah dan Khalifiyah. Pesantren Salafiyah (tradisional) menyelenggarakan pembelajaran kepada kompetensi mampu menguasai isi kitab tertentu yang telah ditetapkan secara berurutan. Sedangkan, pesantren khalifiyah (modern) menempuh sistem pendidikan satuan pendidikan formal, menggunakan kurikulum yang sama dengan kurikulum madrasah dan sekolahan (schooling system). Pesantren modern dan madrasah mengajarkan pendidikan umum 70 % dan 30% pendidikan agama Islam. Madrasah adalah sekolah umum plus agama Islam 7 jam dalam sepekan. Kini, lulusan madrasah tidak ada bedanya dengan sekolahan. Imbasnya bahwa para lulusan madrasah tidak dapat berharap banyak menjadi ulama, sebaliknya mereka yang lulusan sekolah umum pun minus pemahaman agama. Pada pesantren tradisional mengajarkan kitab-kitab klasik, secara umum digolongkan kepada 8 kelompok: Nahu/syaraf, fikih, hadis, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, serta cabang-cabang lainnya seperti tarikh dan balaghah. Sedangkan, pada pesantren modern dan madrasah diajarkan ilmu--ilmu 'aqliyah, naqliyah, lisaniyah. Ilmu-ilmu 'aqliyah adalah ilmu yang bersumber dari asas pemikiran dan penelitian manusia seperti: ilmu pasti, biologi, fisika dan sebagainya, sedang¬kan ilmu-ilmu nagliyah adalah ilmu-ilmu yang bersumber dari Al-Qur'an dan al-Hadits. Seperti: tafsir, hadis, fiqh, tauhid, dan sebagainya. Adapun ilmu-ilmu lisaniyah ialah ilmu-ilmu bahasa seperti nahu, sharaf, mantiq, balaghah, 'arud, dan sebagainya. Dari dua sistem pendidikan pesantren tersebut, perlu perhatian kita tentang kelanjutannya sebagai tanggung jawab moral memperkuat (reinforcement) muatan silabus sistem pendidikan pesantren. Dalam hal ini perlu alternatif kelanjutan sistem pendidikan bagi generasi penerus memiliki nilai kompetensi pada pendidikan umum dan pendidikan agama. Sistem pendidikan yang berkembang sekarang terkesan ada tiga tinjauan; Pertama, pada pesantren tradisional tidak memiliki silabus standar (terlalu longgar). Bagaimana mengukur standar kompetensi lulusan sebuah pesantren. Kedua, pada pesantren modern sistem pendidikan sama dengan pendidikan sekolahan. Ketiga, pada sekolah umum minus pendidikan agama. Menyikapi sistem pendidikan tersebut kiranya perlu perhatian sistem pendidikan masa depan yang mengombinasikan antara pendidikan agama dan umum tanpa dikotomi kurikulum. Hal ini merupakan realita bahwa pendidikan agama yang berorientasi kepada moral tak dapat dipisahkan dengan pemahaman keilmuan. Para lulusan diharapkan memiliki intelektual khas muslim, maka sistem pendidikan yang memadukan sistem pendidikan di atas perlu dicari solusi. Bentuk Badan (BK3MP). Dalam rangka memberdayakan lulusan pesantren memiliki ilmu dunia dan akhirat maka pendidikan pesantren perlu memiliki standar kompetensi dan membentuk Badan Kajian Pengendalian dan Pengawasan Mutu Pendidikan pesantren (BKP3MP). Badan ini bekerja mengevaluasi mutu pesantren dari berbagai standar, dan menentukan akreditasi—pesantren atau tempat pengajian--(misal, kriteria pesantren tingkat operasional satu, tingkat 2 dst). Dari sistem pendidikan yang ada saat ini kita perlu prihatin, mereka yang lulusan pesantren modern (madrasah) tidak dapat mencetak menjadi ulama. Namun dari pendidikan pesantren salafiah pun masih memerlukan kajian dan tidak dapat berharap bayak ditinjau dari sistem belajarnya dan cakupan materi ajar. Karena tidak ada standar kurikulum dan pengawasan mutu—di bidang agama belum tentu dapat dijamin menjadi ulama, sebaliknya di bidang umum pun pengetahuannya sangat minim ada anggapan bahwa ilmu-ilmu keduniaan tidak terlalu penting karena tidak dibawa ke akhirat—kesan seperti ini kedengarannya eksklusif, namun inilah realita secara umum pada pesantren salafiah. Persoalan sistem pendidikan keislaman dalam kondisi sekarang perlu kajian ulang sistem pendidikan di pesantren dan pada sekolahan dalam standar ke-Aceh-an. Apakah masih dianggap tabu bila kita merombak kurikulum pesantren dengan sekolahan (50% umum dan 50% agama) sebagai daerah yang notabence-nya telah terpilih sebagai daerah peletak syariat Islam. Menghadapi perkembangan dunia global yang semakin menentang di depan kita, di mana tantangan kompetensi pendidikan nasional dan daerah harus mampu menata sistem pendidikannya dengan pendidikan akhlak agar kemajuan global tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan pola pikir masyarakat dan tidak menyalahi dari sendi-sendi agama Islam sebagaimana umumnya dianut oleh bangsa Indonesia dan khususnya Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Bagi NAD pendidikan merupakan tuntutan ganda dari pelaksanaan syariat Islam. Paradigma Baru, Undang-Undang Nomor 44 tahun 1999, telah mempertegas bahwa bidang pendidikan merupakan salah satu pilar keistimewaan Aceh menegaskan: “Daerah mengembangkan dan mengatur berbagai jenis, jalur dan jenjang pendidikan serta menambah meteri muatan lokal sesuai dengan syariat Islam. Selanjutnya dalam pasal 2 disebutkan: “Pendidikan daerah pendidikan yang berakar pada ajaran Islam dan bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist serta kebudayaan Aceh, dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh”. Jadi visi Pendidikan Aceh diformulasikan dalam jati diri yang khas, yaitu “Terwujudnya individu dan masyarakat madani yang Islami, cerdas, terampil dan sehat. Yang mampu mengembangkan potensi intelektual, emosional dan sosial seimbang dan harmonis, menjadi masyarakat yang memiliki wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi, wawasan keunggulan dan wawasan masyarakat belajar, berakhlak karimah, mampu bersaing, memiliki tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan, serta mampu memelihara dan mengembangkan budaya bangsa”. Menyangkut fungsi pendidikan keislaman tentu mempunyai peran penting bagi kelangsungan kualitas SDM generasi Aceh. Secara ideal pendidikan Islam menyiapkan pendidikan yang punya kompetensi tinggi dalam penguasaan pengetahuan ke-ulama-an ilmu-ilmu keislaman dan sikap moral pengamalan agama sebagal konsekuensi logis dari perubahan perkembangan masa, tersedianya SDM ulama yang berpengetahuan ulama dan umara. Sebaliknya, ada umara yang berpengetahuan ulama. Kompresi Internasional Pertama tentang Pendidikan Islam di Mekkah pada 1977 merumuskan tujuan pendidikan Islam sebagai berikut: "Pendidikan bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang .menyeluruh secara seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena itu pendidikan harus mencakup pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya: spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah, bahasa, baik secara individual maupun secara kolektif, dan mendorong semua aspek ini ke arah kebaikan dan mencapai kesempurnaan. Tujuan terakhir perwujudan dan kedudukan yang sempurna kepada Allah baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia”. Kerangka perwujudan fungsi idealnya untuk peningkatan kualitas SDM tersebut, sistem pendidikan Islam dan umum haruslah senantiasa mengorientasikan kepada menjawab kebutuhan perkembangan masa dan tantangan tinggi. Jika hal ini dijadikan suatu masukan bagi legislatif dan yudikatif, insya Allah Aceh bisa survive memperoleh Nongroe yang badlatun thoibatun warabul ghafur.

0 Response to "KURIKULUM PENDIDIKAN PESANTREN"